on Selasa, 23 November 2010
Rengek'an bayi membangunkan seorang wanita penuh kasih. Malam yang dingin seakan tak dihiraunya untuk menghangatkan tubuh merah imut itu, dengan sigap dia membuatkan sebotol susu yang akan sedikit membuat bayi itu tenang. ASI yang tak dapat dia berikan telah terbalas dengan pelukan dan timangan hangatnya setiap malam, pagi, siang dan begitulah seterusnya. Karena memang "kau adalah anakku yang seakan terlahir dari rahimku" kata wanita itu.
Bayi berkata " bukan rahim yang kutanyakan, bukan darah yang kuragukan, tapi kehangatan setiap hari yang kubutuhkan " 
Setiap hari aku ditimang, dimanjakan dengan segala nyanyiannya, diciumi dan sekali - kali mereka membuatku tertawa terpingkal - pingkal.
Aku menyatu dengannya dan suaminya, bapakku.

Kini tiba saat usiaku tepat dua tahun. Aku meniup lilin yang ditancapkan diatas kue yang begitu mewah bagiku, namun mungkin sederhana bagi kalian. Keduanya mengecup manis pipiku.Kurasakan hingga sekarang. Dua tahun adalah perjuangan bagi mereka, tenaga waktu dan segalanya terkuras hanya untukku, Tapi tak satu kata keluahan pun yang kudengar, begitu hebatnya...

Usiaku menginjak tujuh tahun, kedua kalinya aku memotong kue ulang tahunku. Kecupan maanis seorang ibu pun masih membekas, bukan hanya di pipi melainkan di seluruh relung hati.

Malam itu, aku berada di sebuah rumah sakit. Kepalaku kubaringkan diranjang tepat di sebelah tubuh wanita yang terlihat lemah. Matanya juga terpejam mungkin karena bius agar tidak merintih kesakitan. Itulah awal aku menemani ibu yang sedang sakit. Dua hari kemudian ibu sudah dijinkan pulang, namun sebulan berikutnya kambuhlah Diabetes ibu.
Begitulah seterusnya hingga aku berusia tujuh belas tahun. Kedewasaan yang sudah kudapat sejak kelas empat SD, membuatku terbiasa melakukan segala aktifitas sendiri. Selam itupula ibu terus merasakan sakit, hingga beberapa jari kakinya harus diamputasi. TUHAANN... Aku ingin menggantikannya jika melihat rintihan ibu... jangan tanyakan perasaanku, ibu, atau bapakku.. kita merasakan apa yang ibu rasakan.
Walau sedikit memaksa, ibu akhirnya hanya pasrah dengan apa yang dokter inginkan.
"aku tidak mau sampai organ tubuhku ada yang hilang" 
perkataan itulah yang membuatku terus berpikir dan menangis. Kucoba meyakinkan ibu...
selang sebulan ibu diijinkan pulang, namun dua minggu kemudian ibu semakin lemah sehingga lagi - lagi rumah sakit yang kami tuju. 
Ujian Tengah Sekolah pun tiba, namun keadaan tidak memungkinkanku untuk belajar penuh, berangkat dari rumah sakit dan pulang pun harus ke rumah sakit. Belajar sambil menemani ibu adalah kenikmatan tersendiri bagiku. Jenu? sering kali kurasakan, tapi bapaklah yang senantiasa menguatkanku. 
Ibu sering kali putus asa, tapi kucoba bertanya " apa ibu nggak pengen liat aku kuliah, kerja, nikah, punya anak? Ibu nggak pengen tak kasih uang hasila kerjaku ? "
begitulah kataku kepadanya, tapi ibu hanya diam. Dan aku menangis dalam hati.

Sampai dokter menyarankan untuk segera merawat ibu di rumah saja, aku tak tau ini pertanda baik atau sebaliknya. Yang kutau setiap hari ibu semakin sering merintih kesakitan. Setiap pagi aku menyuapi, memberikan obat. Luka yang begitu hebat dikakinya tak pernah kupermasalahkan, setiap hari aku daan bapak mengganti perbannya, melumuri obat dan membersihkan daging - daging yang kotor. 
Kondisi ibu semakin lemah, bisara pun tak bisa. Saat aku pamit berangkat sekolah, hanya kedipan mata yang mengisyaratkan "iya". Kukecup keningnya, dan aku menangis setelah keluar kamarnya.

Sampai tepat hari minggu 5 April 2009. Pagi itu aku menyuapi ibu, tak biasanya semua nasi di piring dilahap tak tersisa. Mungkin ini awal perkembangan kesehatan ibu. Selang beberapa menit kulihat mulut ibu terbuka seakan ingin mengambil nafas, seperto sesak. Bapak pun datang dan melihatnya, ada wajah cemas di raut mukanya, semakin lama semakin cepat nafas ibu dan tiba - tiba terhenti. Aku memanggilnya berkali - kali seraya menggoyahkan tubuhnya. Tapi dingin tubuhnya sudah menjalar hingga ujung kaki. Aku dan ayah menangis sejadi - jadinya.
YA ALLAH.... !!
Inikah akhir yang Kau berikan ?
aku kehilangannya....
Seorang ibu yang penuh kasih.
Bukan darahku, tapi keseluruhan hidupku......